Keadaan lingkungan serta kondisi kehidupan yang telah menempatkan ekonomi sebagai faktor kehidupan yang sangat penting, telah berhasil mengecoh bahkan membuat sebagian orang melakukan perbuatan/tindakan-tindakan yang tidak selayaknya untuk dilakukan. Rasa khawatir dan takut tidak dapat memenuhi setiap kebutuhan hidup, seringkali membuat manusia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan rezeki. Kekhawatiran atas rezeki telah berada diatas segalanya, walaupun sebagian orang tidak mengakuinya bahkan tidak menyadarinya
Apa dan bagaimana sebetulnya rezeki itu serta bagaimana kita harus menyikapinya?. Baiklah sebelum kita membahas lebih jauh mengenai rezeki, ada baiknya kita lihat dulu pengertian rezeki, agar kita tidak salah kaprah dalam membahasnya
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rezeki adalah : (1) segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; (2) penghidupan; pendapatan (uang dsb untuk memelihara kehidupan); keuntungan; kesempatan mendapat makan. Sedangkan dalam sumber lain dituliskan bahwa kata rezeki berasal dari bahasa arab ar-rizqu yang akarnya bisa ditelusuri hingga kata razaqa (razaqa–yarzuqu–razq[an] wa rizq[an]). Razaqa ini secara bahasa bisa berarti memberi maupun pemberian, dimana menurut imam al-Baydhawi dan Razi, ar-rizqu bisa berarti juga sebagai al-hazhu, porsi untuk seseorang yang di dalamnya tidak ada bagian untuk orang lain lagi. Menurut Ibn Abdis Salam, ar-rizqu bisa berarti sebagai apapun dari pemberian Allah S.W.T yang mampu dimanfaatkan untuk orang tersebut
Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa rezeki adalah segala sesuatu yang diberikan Allah yang digunakan untuk memelihara kehidupan seseorang dengan porsi tertentu. Sudah selayaknya manusia tidak perlu khawatir dengan rezeki, karena dari pengertian rezeki sendiri pun sudah disebutkan bahwa rezeki itu telah ada porsinya untuk setiap mahluk (manusia). Rezeki merupakan pemberian dari Allah S.W.T kepada semua makhluk-Nya. Rezeki merupakan karunia yang terjamin, setiap orang bahkan setiap binatang melata pun telah dizamin rezekinya oleh Allah SWT, sebagaimana Firman Allah S.W.T dibawah ini
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh). (QS. Huud : 6)
Kitab tafsir Al-Quran Al Azhim dan kitab tafsir Al Karim Ar Rahman mencantumkan bahwa yang dimaksud binatang melata pada surat Huud ayat 6 tersebut adalah seluruh yang berjalan diatas muka bumi baik dari manusia atau hewan darat/laut. Adapun yang dimaksud dengan tempat berdiam adalah tempat hidupnya di dunia (tafsir jalalayn) atau tempat menetap (tafsir quraish shihab), sedangkan yang dimaksud tempat penyimpanan adalah tempat setelah mati atau dalam rahim (tafsir jalalyn) atau tempat setelah kematian (tafsir quraish shihab)
Ayat tersebut telah jelas-jelas menerangkan bahwa Allah SWT telah menjamin rezeki semua mahluk hidup yang ada di bumi ini, bahkan binatang melata pun telah dijamin rezekinya. Sebagai buktinya hewan-hewan dapat hidup di alam liar sekalipun, padahal mereka tidak memiliki otak yang sempurna seperti manusia. Lantas kenapa manusia masih sering meragukan akan jaminan tersebut?
Dalam surat dan ayat yang lain Allah SWT juga berfirman
وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ ۚ مِنْهُمْ أُمَّةٌ مُقْتَصِدَةٌ ۖ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ سَاءَ مَا يَعْمَلُونَ
Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Diantara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka. (QS Al-Ma’idah : 66)
Allah akan melimpahkan rahmat-Nya dari langit dengan menurunkan hujan dan sinar matahari untuk pertumbuhan hewan dan tumbuhan serta memunculkan rahmat-Nya dari dalam bumi dengan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang buahnya melimpah ruah dan zat-zat yang dibutuhkan oleh tanaman dan hewan yang bisa dimanfaatkan untuk kehidupan umat manusia atau melapangkan rezeki dan melimpahkannya dari semua arah.
Berdasarkan kedua ayat diatas saja, seharusnya kita sudah tidak perlu lagi mengkhawatirkan akan rezeki, apalagi sampai melampaui batas dan lupa diri dalam usaha maupun cara mendapatkan rezeki, karena sesungguhnya rezeki setiap orang itu telah diatur dan ditetapkan oleh Yang Maha Pemberi Rezeki sejak dalam kandungan, sebagaimana yang telah disabdakan Rasulullah SAW
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا
[رواه البخاري ومسلم]
Terjemah Hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan : Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : menetapkan rezekinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada Ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga maka masuklah dia ke dalam surga. (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Jadi berdasarkan hadits tersebut, kita sudah dapat mengetahui bahwa setiap manusia telah ditetapkan rezekinya, ajalnya, amalnya serta kecelakaan atau kebahagiaannya sejak ditiupkan ruh dalam kandungan ibunya
Pertanyaan yang sering timbul dalam benak kebanyakan manusia diantaranya adalah : Jika memang rezeki itu sudah ditetapkan dalam kandungan ibu, kenapa Allah berlaku (seolah) tidak adil dengan menetapkan si A berlimpah rezeki sedangkan si B (seolah) kekurangan rezeki?
Disini kita sebagai manusia yang tidak luput dari keterbatasan lagi-lagi telah kurang tepat dalam menilai. Sering kali kita menganggap dan merasa dengan rezeki yang berlimpah berarti kita lebih istimewa di hadapan Allah SWT, orang dengan rezeki yang banyak berarti lebih disayang bahkan diridloi Allah SWT. Demikian pula sebaliknya, orang yang kekurangan rezeki berarti orang yang banyak melakukan dosa dan dimurkai Allah SWT. Padahal bukan itu yang sesungguhnya terjadi. Kebijaksanaan dan ketetapan Allah dalam melebihkan sebagian manusia dalam rezeki, kecantikan, ketampanan, kecerdasan, kesehatan, kekuatan, dan sebagainya merupakan manifestasi dari bentuk-bentuk kebijaksanaan-Nya yang amat tinggi, bukan berarti segala kelebihan yang diberikan itu sebagai tanda bahwa yang diberi berarti dicintai oleh Allah SWT. Demikian pula sebaliknya bahwa manusia yang hidup serba kekurangan, bukan berarti orang-orang yang dibenci Allah.
Bagi Allah orang yang rezekinya berlebih (kaya) dengan orang yang rezekinya berkekurangan (miskin ) tidak ada perbedaan. Kehormatan serta harga diri seseorang hakekatnya terletak pada pendapatannya dalam memperoleh taufiq, hidayah serta inayah dari Allah SWT. Kaya atau miskin merupakan ujian hidup bagi yang mengembannya, yang kaya diuji dengan kekayaannya demikian juga yang miskin diuji dengan kemiskinannya dalam beribadah kepada Allah SWT.
Semoga tulisan saya kali ini dapat menjelaskan apa dan bagaimana sebetulnya rezeki dalam pandangan Islam, sehingga manusia tidak perlu lagi khawatir dengan rezeki karena sesungguhnya rezeki itu merupakan ketetapan Allah SWT yang tidak bisa diganggu gugat. Apapun yang telah Allah tetapkan pada setiap manusia maka tidak akan pernah berubah. Setiap manusia telah ditetapkan dan dijamin rezekinya, usaha bukan sebab bagi datangnya rezeki. Rezeki tidak berada di tangan manusia. Allahlah yang menentukan rezeki itu datang kepada manusia dan Dia memberinya kepada manusia menurut kehendak-Nya tanpa melihat orang tersebut taat kepada-Nya ataupun kufur kepada-Nya. Rezeki Allah itu ditentukan bukan atas dasar keimanan dan kekufuran, tapi kembali kepada kehendak-Nya
زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَيَسْخَرُونَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا ۘ وَالَّذِينَ اتَّقَوْا فَوْقَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa perhitungan (QS Al-Baqarah : 212)
Wallahu A’lam Bishoab
Pertanyaan lain seputar rezeki yang sering ditanyakan diantaranya adalah : Jika rezeki itu telah ditetapkan, kenapa manusia harus berusaha?. Bahasan mengenai hal ini insya Allah akan saya paparkan dalam tulisan saya selanjutnya
Wassalam
Discussion about this post